Nabi Adam as, hidup selama 930 tahun setelah penciptaan (sekitar
3760-2830 SM), sedangkan Hawa lahir ketika Adam berusia 130 tahun.
Al-Quran memuat kisah Adam dalam beberapa surat, di antaranya
Al-Baqarah:30-38 dan Al-A’raaf :11-25.
Menurut ajaran agama Abrahamik, anak-anak Adam dan Hawa dilahirkan secara kembar, yaitu, setiap bayi lelaki dilahirkan bersamaan dengan seorang bayi perempuan. Adam menikahkan anak lelakinya dengan anak gadisnya yang tidak sekembar dengannya.
Menurut Ibnu Humayd, Ibnu Ishaq, dan Salamah, anak-anak Adam adalah Qabil dan Iqlima, Habil dan Labuda, Sith dan Azura, Ashut dan saudara perempuannya, Ayad dan saudara perempuannya, Balagh dan saudara perempuannya, Athati dan saudara perempuannya, Tawbah dan saudara perempuannya, Darabi dan saudara perempuannya, Hadaz dan saudara perempuannya, Yahus dan saudara perempuannya, Sandal dan saudara perempuannya, dan Baraq dan saudara perempuannya. Total keseluruhan anak Adam sejumlah 40.
Menurut hadits Rasullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi Adam memiliki postur badan dengan ketinggian 60 hasta (kurang lebih 27,432 meter). Hadits mengenai ini pula ditemukan dalam riwayat Imam Muslim dan Imam Ahmad, namun dalam sanad yang berbeda.
Sosok Adam digambarkan sangat beradab sekali, memiliki ilmu yang tinggi dan ia bukan makhluk purba. Ia berasal dari surga yang berperadaban maju. Turun ke muka bumi bisa sebagai makhluk asing dari sebuah peradaban yang jauh lebih maju dan cerdas, dari peradaban di bumi sampai kapanpun, oleh karena itulah Allah menunjuknya sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi.
Dalam gambarannya ia adalah makhluk yang teramat cerdas, sangat dimuliakan oleh Allah, memiliki kelebihan yang sempurna dibandingkan makhluk yang lain sebelumnya dan diciptakan dalam bentuk yang terbaik. Sesuai dengan Surah Al Israa' 70, yang berbunyi: "...dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." ( Al-Isra' 17:70)
Dalam surah At-Tiin ayat 4 yang berbunyi: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (At-Tin 95:4).
Menurut ajaran agama Abrahamik, anak-anak Adam dan Hawa dilahirkan secara kembar, yaitu, setiap bayi lelaki dilahirkan bersamaan dengan seorang bayi perempuan. Adam menikahkan anak lelakinya dengan anak gadisnya yang tidak sekembar dengannya.
Menurut Ibnu Humayd, Ibnu Ishaq, dan Salamah, anak-anak Adam adalah Qabil dan Iqlima, Habil dan Labuda, Sith dan Azura, Ashut dan saudara perempuannya, Ayad dan saudara perempuannya, Balagh dan saudara perempuannya, Athati dan saudara perempuannya, Tawbah dan saudara perempuannya, Darabi dan saudara perempuannya, Hadaz dan saudara perempuannya, Yahus dan saudara perempuannya, Sandal dan saudara perempuannya, dan Baraq dan saudara perempuannya. Total keseluruhan anak Adam sejumlah 40.
Menurut hadits Rasullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi Adam memiliki postur badan dengan ketinggian 60 hasta (kurang lebih 27,432 meter). Hadits mengenai ini pula ditemukan dalam riwayat Imam Muslim dan Imam Ahmad, namun dalam sanad yang berbeda.
Sosok Adam digambarkan sangat beradab sekali, memiliki ilmu yang tinggi dan ia bukan makhluk purba. Ia berasal dari surga yang berperadaban maju. Turun ke muka bumi bisa sebagai makhluk asing dari sebuah peradaban yang jauh lebih maju dan cerdas, dari peradaban di bumi sampai kapanpun, oleh karena itulah Allah menunjuknya sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi.
Dalam gambarannya ia adalah makhluk yang teramat cerdas, sangat dimuliakan oleh Allah, memiliki kelebihan yang sempurna dibandingkan makhluk yang lain sebelumnya dan diciptakan dalam bentuk yang terbaik. Sesuai dengan Surah Al Israa' 70, yang berbunyi: "...dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." ( Al-Isra' 17:70)
Dalam surah At-Tiin ayat 4 yang berbunyi: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (At-Tin 95:4).
KISAH NABI ADAM
Allah SWT berkehendak untuk menciptakan Nabi Adam.
Allah SWT berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. " (QS. al-Baqarah: 30)
Terdapat perbedaan pendapat berkenaan dengan
makna khilafah (perihal menjadi
khalifah) Nabi Adam. Ada yang mengatakan, bahwa
ia sebagai khalifah dari kelompok manusia yang pertama-tama
datang ke bumi di mana kelompok ini membuat kerusakan dan
menumpahkan darah di dalamnya. Ada yang mengatakan, bahwa
ia adalah khalifatullah, dengan pengertian bahwa ia sebagai khalifah (utusan Allah) dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
hukum-hukum-Nya, karena ia adalah utusan Allah yang pertama. Demikianlah yang kami yakini.
Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah saw tentang Nabi Adam: "Apakah
ia sebagai nabi yang diutus?" Beliau menjawab: "Benar." Beliau ditanya: "Ia menjadi rasul bagi siapa? Sementara di bumi
tidak ada seorang pun?" Beliau menjawab: "Ia menjadi rasul bagi anak-anaknya."
Tabir penciptaan disingkap di tengah-tengah para malaikat-Nya. Allah SWT berfirman:
"Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.' Mereka berkata:
'Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau ?' Tuhan berfirman:
'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.'" (QS. al-Baqarah: 30)
Berkenaan
dengan ayat tersebut, para mufasir memberikan komentar
yang beragam. Dalam tafsir al-Manar disebutkan:
"Sesungguhnya ayat-ayat ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat
yang tidak dapat ditafsirkan zahirnya.
Sebab, dilihat dari ketentuan dialog (at-Takhathub) ia mengandung
konsultasi dari Allah SWT. Tentu yang demikian itu mustahil bagi-Nya. Di
samping itu, ia juga mengandung
pemberitahuan dari-Nya kepada para malaikat yang kemudian diikuti dengan
penentangan dan perdebatan dari mereka. Hal seperti ini tidak layak
bagi Allah SWT dan bagi para
malaikat-Nya. Saya lebih setuju untuk mengalihkan makna cerita tersebut
pada sesuatu yang lain."
Sedangkan dalam tafsir al-Jami' li Ahkamil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya Allah telah
memberitahukan kepada para malaikat-Nya, bahwa jika Dia
menjadikan ciptaan di muka bumi maka mereka akan membuat kerusakan dan
menumpahkan darah." Ketika Allah
berfirman:
"Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, " (QS. al-Baqarah: 30)
Mereka bertanya: "Apakah ini adalah khalifah yang Engkau ceritakan
kepada kami bahwa mereka akan membuat kerusakan di muka bumi dan
menumpahkan darah, ataukah khalifah selainnya?" Dalam tafsir Fi Zhilalil
Qur'an disebutkan:
"Sesungguhnya para malaikat melalui fitrah
mereka yang suci yang tidak membayangkan kecuali kebaikan
dan kesucian, mereka mengira bahwa tasbih dan mengultuskan Allah adalah
puncak
dari segala wujud. Puncak ini terwujud dengan adanya
mereka, sedangkan pertanyaan mereka hanya menggambarkan
keheranan mereka, bukan berasal dari penentangan atau apa pun juga."
Kita melihat bagaimana para mufasir berijtihad untuk menyingkap
hakikat, lalu Allah SWT menyingkapkan kedalaman dari Al-Qur'an pada
masing-masing dari mereka. Kedalaman Al-Qur'an sangat
mengagumkan. Kisah tersebut disampaikan dalam gaya dialogis,
suatu gaya yang memiliki pengaruh yang kuat. Tidakkah Anda melihat bahwa
Allah
SWT berfirman:
"Kemudian
Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya
menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.'" (QS.
Fushshilat: 11)
Apakah seseorang membayangkan bahwa Allah SWT berbicara dengan langit dan bumi, dan bumi dan langit pun menjawabnya sehingga
terjadi dialog ini di antara mereka? Sesungguhnya Allah SWT
memerintahkan langit dan bumi sehingga keduanya taat. Allah
SWT menggambarkan apa yang terjadi dengan gaya dialogis hanya
untuk meneguhkan dalam pikiran dan menegaskan maknanya serta penjelasannya.
Penggunaan gaya dramatis dalam kisah Nabi Adam
mengisyaratkan makna yang dalam.
Kita membayangkan bahwa Allah SWT ketika menetapkan penciptaan Nabi
Adam, Dia memberitahukan kepada malaikat-Nya dengan
tujuan agar mereka bersujud kepadanya, bukan dengan tujuan mengambil
pendapat mereka atau bermusyawarah dengan mereka.
Maha Suci Allah SWT dari hal yang demikian itu. Allah SWT memberitahukan mereka bahwa Dia akan
menjadikan seorang hamba di muka
bumi, dan bahwa khalifah ini akan mempunyai keturunan dan cucu-cucu, di
mana mereka akan membuat kerusakkan di muka bumi dan menumpahkan darah di
dalamnya. Lalu para malaikat yang suci
mengalami kebingungan. Bukankah mereka
selalu bertasbih kepada Allah dan mensucikan-Nya, namun mengapa khalifah
yang terpilih itu bukan termasuk dari mereka? Apa
rahasia hal tersebut, dan apa hikmah Allah dalam masalah ini? Kebingungan melaikat dan keinginan mereka untuk
mendapatkan kemuliaan sebagai khalifah di muka bumi, dan keheranan mereka tentang penghormatan Adam dengannya, dan masih
banyak segudang pertanyaan yang tersimpan dalam diri mereka. Namun Allah SWT segera menepis keraguan mereka dan
kebingungan mereka, dan membawa
mereka menjadi yakin dan berserah diri. Firman-Nya:
"Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui." (QS.
al-Baqarah: 30)
Ayat tersebut menunjukan
keluasan ilmu Allah SWT dan keterbatasan ilmu para malaikat, yang karenanya
mereka dapat berserah diri dan meyakini kebenaran kehendak
Allah. Kita tidak membayangkan terjadinya dialog
antara Allah SWT dan para malaikat sebagai bentuk pengultusan
terhadap Allah dan penghormatan terhadap para malaikat-Nya.
Dan kita meyakini bahwa dialog terjadi dalam diri malaikat
sendiri berkenaan dengan keinginan mereka untuk
mengemban khilafah di muka bumi, kemudian Allah SWT memberitahu mereka bahwa tabiat mereka bukan disiapkan untuk hal tersebut.
Sesungguhnya tasbih pada Allah SWT dan menyucikan-Nya adalah hal yang
sangat mulia di alam wujud, namun khilafah di muka bumi bukan hanya
dilakukan dengan hal
itu. Ia membutuhkan karakter yang lain, suatu karakter yang
haus akan pengetahuan dan lumrah baginya kesalahan. Kebingungan atau
keheranan ini, dialog yang terjadi dalam
jiwa para malaikat setelah diberitahu tentang penciptaan Nabi Adam,
semua ini layak bagi para malaikat dan tidak
mengurangi kedudukan mereka sedikit pun. Sebab, meskipun kedekatan
mereka dengan Allah SWT dan
penyembahan mereka terhadap-Nya serta penghormatan-Nya kepada mereka,
semua itu tidak menghilangkan kedudukan mereka
sebagai hamba Allah SWT di mana
mereka tidak mengetahui ilmu Allah SWT dan hikmah-Nya yang tersembunyi,
serta alam gaibnya yang samar. Mereka tidak
mengetahui hikmah-Nya yang tinggi dan sebab-sebab perwujudannya pada
sesuatu.
Setelah beberapa saat para malaikat akan memahami bahwa Nabi Adam
adalah ciptaan baru, di mana dia berbeda dengan mereka yang hanya
bertasbih dan menyucikan Allah, dan dia pun berbeda dengan
hewan-hewan bumi dan makhluk-makhluk yang ada
di dalamnya yang hanya menumpahkan darah dan membuat kerusakkan.
Sesungguhnya Nabi Adam akan menjadi
ciptaan baru dan keberadaannya
disertai dengan hikmah yang tinggi yang tidak ada seorang pun
mengetahuinya kecuali Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan Aku
tidak menciptkan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku." (QS. adz-Dzariyat: 56)
Ibnu Abbas membaca ayat tersebut: "Liya'rifuun"
(agar mereka mengenal Aku). Pengetahuan
merupakan tujuan dari penciptaan manusia. Dan barangkali
pendekatan yang terbaik berkenaan dengan tafsir ayat tersebut
adalah apa yang disampaikan oleh Syekh Muhammad Abduh:
"Dialog yang terdapat dalam ayat tersebut adalah
urusan Allah SWT dengan para malaikat-Nya di mana Dia menggambarkan
kepada kita dalam kisah ini dengan ucapan, pertanyaan, dan jawaban.
Kita tidak mengetahui hakikat hal tersebut. Tetapi kita mengetahui bahwa dialog
tersebut tidak terjadi sebagaimana lazimnya
yang dilakukan oleh sesama kita, manusia."
Para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di
muka bumi. Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara
terperinci. Dia memberitahukan bahwa Dia akan
menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia menyempurnakannya
dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud
kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah
sujud penghormatan, bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah
hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah.' Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya
dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; hendaklah kamu bersyukur dengan
bersujud kepadanya. ' Lalu seluruh malikat itu bersujud semuanya,
kecuali Iblis. Dia menyombongkan diri dan dia termasuk orang-orang yang
kafir. " (QS. Shad: 71-74)
Allah SWT mengumpulkan
segenggam tanah dari bumi; di dalamnya terdapat
yang berwarna putih, hitam, kuning, coklat dan merah. Oleh karena itu,
manusia memiliki beragam warna kulit. Allah SWT
mencampur tanah dengan air sehingga menjadi tanah liat kering yang
berasal dari lumpur hitam yang
diberi bentuk. Dari tanah inilah
Allah menciptakan Nabi Adam. Allah SWT menyempurnakannya dengan
kekuasaan-Nya lalu meniupkan roh-Nya di dalamnya, kemudian bergeraklah
tubuh Nabi Adam dan
tanda kehidupan mulai ada di dalamnya.
Selanjutnya, Nabi Adam
membuka kedua matanya dan ia melihat para malaikat semuanya
bersujud kepadanya, kecuali satu makhluk yang berdiri di sana. Nabi Adam tidak
tahu siapakah makhluk yang tidak mau
bersujud itu. Ia tidak mengenal namanya. Iblis berdiri bersama para
malaikat tetapi ia bukan berasal dari golongan
mereka. Iblis berasal dari kelompok jin. Allah SWT menceritakan kisah penolakan Iblis untuk sujud kepada
Nabi Adam pada beberapa surah. Allah SWT berfirman:
"Allah
berfirman: 'Hai Mis, apa yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah
Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan
diri ataukah kamu merasa termasuk orang-orang yang lebih tinggi? 'Iblis
berkata: 'Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api,
sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.' Allah berfirman: 'Maka keluarlah
kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk.
Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.' Mis
berkata: 'Ya Tuhanku,
ben tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi
tangguh, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat).' Iblis menjawab: 'Demi
kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan
mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.'"
(QS. Shad: 75-83)
Nabi Adam mengikuti
peristiwa yang terjadi di depannya. Ia merasakan
suasana cinta, rasa takut, dan kebingungan. Nabi Adam sangat cinta
kepada Allah SWT yang telah menciptakannya dan memuliakannya dengan
memerintahkan para malaikat-Nya untuk sujud
kepadanya. Adam juga merasa takut saat melihat Allah SWT marah terhadap
iblis dan mengusirnya dari pintu rahmat-Nya. Ia merasakan kebingungan ketika melihat makhluk ini yang membencinya,
padahal ia belum mengenalnya. Makhluk itu membayangkan bahwa ia lebih
baik dari Nabi Adam, padahal tidak ada bukti
yang menunjukkan bahwa salah satu dari mereka lebih baik dibandingkan dengan yang lain.
Kemudian alangkah anehnya alasan iblis. Ia membayangkan bahwa api lebih
baik dari tanah. Dari mana ia mendapatkan ilmu ini? Seharusnya ilmu ini berasal dari Allah SWT karena Dialah yang menciptakan
api dan tanah dan mengetahui mana di antara keduanya yang paling utama.
Dari
dialog tersebut, Nabi Adam mengetahui bahwa iblis adalah
makhluk yang memakai atribut keburukan dan sifat yang tercela.
Ia meminta kepada Allah SWT agar mengekalkannya sampai hari kebangkitan.
Iblis tidak ingin mad. Namun Allah SWT mengetahui
bahwa ia akan tetap hidup sampai hari yang ditentukan. Ia akan hidup sampai
menjemput ajalnya dan kemudian mati.
Nabi Adam mengetahui bahwa Allah SWT telah melaknat iblis dan telah mengusirnya dari rahmat-Nya. Akhirnya,
Nabi Adam mengetahui musuh abadinya.
Nabi Adam bingung dengan kenekatan
musuhnya dan kasih sayang Allah SWT.
Barangkali
ada seseorang yang bertanya kepada saya: "Mengapa Anda
tidak meyakini terjadi dialog antara Allah SWT dan para malaikat-Nya
dan Anda cenderung menakwilkan ayat-ayat tersebut, sedangkan Anda menerima
adanya dialog antara Allah dan iblis." Saya
jawab: "Sesungguhnya akal menunjukkan kita kepada kesimpulan tersebut. Terjadinya dialog antara Allah SWT
dan para malaikat-Nya adalah hal yang mustahil karena para malaikat suci dari
kesalahan dan dosa dan keinginan-keinginan manusiawi yang selalu mencari ilmu.
Sesuai dengan karakter penciptaan mereka, mereka
adalah pasukan yang setia dan mulia. Adapun iblis ia terikat dan tunduk terhadap ketentuan agama, dan
karakternya sebagai jin mendekati karakter jenis ciptaan Nabi Adam.
Dengan kata lain, bahwa jin dapat beriman
dan dapat juga menjadi kafir. Sesungguhnya kecenderungan agama mereka
dapat saja tidak berfungsi ketika mereka
tertipu oleh kesombongan yang palsu sehingga mereka mempunyai gambaran yang
salah. Maka dari sisi inilah terjadi
dialog. Dialog di sini berarti kebebasan. Tabiat manusia dan jin cenderung untuk menggunakan kebebasannya,
sedangkan tabiat para malaikat tidak dapat menggunakan kebebasan. Nabi
Adam menyaksikan secara langsung—setelah penciptaannya— kadar kebebasan yang Allah SWT berikan kepada makhluk-Nya yang
terkena tanggung jawab. Terjadinya pelajaran ini di depan Nabi Adam mengandung maksud yang dalam.
Allah
SWT tidak pernah mencabut kebebasan yang diberikan-Nya
kepada iblis. Namun pada akhirnya, iblis tetap sebagai hamba yang kafir.
Iblis benar-benar menolak untuk sujud kepada Nabi Adam. Allah SWT
mengetahui bahwa ia akan menolak untuk sujud kepada
Nabi Adam dan akan menentang-Nya. Bisa saja Allah SWT menghancurkannya
atau mengubahnya menjadi tanah namun Allah memberikan
kebebasan kepada makhluk-makhluk-Nya yang dibebani tanggung jawab.
Dia memberikan kepada mereka kebebasan mutlak sehingga mereka bisa saja
menolak
perintah-Nya. Tetapi yang perlu diperhatikan
bahwa keingkaran orang-orang kafir dan
orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya tidak berarti meng-urangi
kebesaran kerajaan-Nya dan sebaliknya, keimanan orang-orang mukmin dan
kepatuhan orang-orang yang taat tidak berarti menambah
kebesaran kekuasaan-Nya. Semua itu kembali kepada mereka.
Adam
menyadari bahwa kebebasan di alam wujud adalah merupakan
karunia yang Allah SWT berikan kepada makhluk-Nya. Allah
SWT memberikan balasan yang setimpal atas penggunaan kebebasan
itu. Setelah mempelajari pelajaran kebebasan, Nabi Adam mempelajari
pelajaran kedua dari Allah SWT, yaitu ilmu. Nabi
Adam mengetahui bahwa iblis adalah simbol kejahatan di alam wujud.
Sebagaimana ia mengetahui bahwa para
malaikat adalah simbol kebaikan,
sementara ia belum mengenal dirinya saat itu. Kemudian Allah SWT
memberitahukan kepadanya tentang hakikatnya, hikrnah penciptaannya, dan
rahasia
penghormatannya. Allah SWT
berfirman:
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya. " (QS. al-Baqarah: 31)
Allah
SWT memberinya rahasia kemampuan untuk meringkas sesuatu
dalam simbol-simbol dan nama-nama. Allah SWT mengajarinya
untuk menamakan benda-benda: ini burung, ini bintang,
ini pohon, ini awan, dan seterusnya. Nabi Adam mempelajari semua
nama-nama tersebut. Yang dimaksud dengan nama-nama di sini adalah ilmu
dan pengetahuan. Allah SWT menanamkan pengetahuan yang luas dalam jiwa
Nabi Adam dan keinginan yang terus mendorongnya untuk mengetahui
sesuatu. Hasrat untuk menggali ilmu dan belajar juga diwariskan kepada
anak-anaknya Nabi Adam.
Inilah tujuan dari penciptaan Nabi Adam dan inilah rahasia di balik
penghormatan para malaikat kepadanya. Setelah Nabi
Adam mempelajari nama benda-benda; kekhususannya dan kemanfaatannya,
Allah SWT
menunjukkan benda-benda tersebut atas para malaikat-Nya dan berkata:
"Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itujika kamu memang orang-orangyang benar. " (QS. al-Baqarah:
31)
Yang dimaksud adalah kebenaran mereka untuk menginginkan khilafah.
Para malaikat memperhatikan sesuatu yang ditunjukkan oleh Allah SWT
kepada mereka, namun mereka tidak mengenali nama-namanya.
Mereka mengakui di hadapan Allah SWT tentang kelemahan
mereka untuk menamai benda-benda tersebut atau memakai
simbol-simbol untuk mengungkapkannya. Para malaikat berkata
sebagai bentuk pengakuan terhadap ketidakmampuan mereka:
"Maha Suci Engkau." (QS. al-Baqarah: 32)
Yakni, kami menyucikan-Mu dan mengagungkan-Mu.
"Tidak ada yang
kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Baqarah: 32)
Yakni, mereka mengembalikan semua ilmu kepada Allah
SWT. Allah SWT berkata kepada Adam:
"Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." (QS.
al-Baqarah: 33)
Kemudian Nabi Adam memberitahu mereka setiap benda yang Allah SWT
tunjukkan kepada mereka dan mereka tidak mengenali nama-namanya:
"Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat itu lalu berfirman: 'Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.' Mereka
menjawab: 'Maha Suci Engkau. Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa
yang telah Engkau ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: 'Hai Adam, beritahukanlah
kepada mereka nama-nama benda ini.' Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama benda-benda
itu, Allah berfirman: 'Bukankah sudah Kukatakan
kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?'"(QS. al-Baqarah:
31-33)
Allah
SWT ingin berkata kepada para malaikat, bahwa Dia mengetahui keheranan yang
mereka tunjukkan, ketika Dia memberitahu mereka tentang penciptaan Nabi Adam
sebagaimana Dia mengetahui kebingungan yang mereka sembunyikan dan sebagaimana juga Dia mengetahui kemaksiatan dan
pengingkaran yang disembunyikan oleh
iblis.
Para
malaikat menyadari bahwa Nabi Adam adalah makhluk yang
mengetahui sesuatu yang tidak mereka ketahui. Ini adalah hal yang sangat
mulia. Dan para malaikat mengetahui, mengapa Allah memerintahkan mereka
untuk bersujud kepadanya sebagaimana mereka memahami rahasia
penciptaannya sebagai khalifah di muka bumi, di mana ia
akan menguasainya dan memimpin di dalamnya dengan
ilmu dan pengetahuan. Yaitu, pengetahuan terhadap Sang Pencipta yang
kemudian dinamakan dengan Islam
atau iman. Para malaikat pun
mengetahui sebab-sebab kemakmuran bumi dan pengubahannya dan
penguasaanya, serta semua hal yang berkenaan dengan ilmu-ilmu mated di
muka bumi.
Adalah hal yang maklum
bahwa kesempurnaan manusia tidak akan
terwujud kecuali dengan pencapaian ilmu yang dengannya manusia dapat mengenal Sang Pencipta, dan
ilmu-ilmu yang berkenaan dengan alam.
Jika manusia berhasil di satu sisi, namun gagal di sisi yang lain maka ia laksana burung yang terbang dengan sayap
satu di mana setiap kali ia terbang sayap yang lain mencegahnya.
Nabi
Adam mengetahui semua nama-nama dan terkadang ia berbicara
bersama para malaikat, namun para malaikat disibukkan dengan ibadah kepada
Allah SWT. Oleh karena itu, Adam merasa kesepian. Kemudian
Adam tidur dan tatkala ia bangun ia mendapati seorang
perempuan yang memiliki mata yang indah, dan tampak
penuh dengan kasih sayang. Kemudian terjadilah dialog di antara mereka:
Adam berkata: "Mengapa kamu berada di sini sebelum saya
tidur." Perempuan itu menjawab: "Ya." Adam berkata: "Kalau begitu, kamu datang di tengah-tengah tidurku?" Ia menjawab:
'Ya." Adam bertanya: "Dari mana kamu datang?" Ia
menjawab: "Aku datang dari dirimu. Allah SWT
menciptakan aku darimu saat kamu tidur." Adam bertanya:
"Mengapa Allah menciptakan kamu?" Ia menjawab:
"Agar engkau merasa tenteram denganku." Adam berkata: "Segala
puji bagi Allah. Aku memang merasakan kesepian."
Para malaikat bertanya kepada Adam tentang namanya. Nabi Adam menjawab:
"Namanya Hawa." Mereka bertanya: "Mengapa engkau
menamakannya Hawa, wahai Adam?" Adam berkata: "Karena
ia diciptakan dariku saat aku dalam keadaan hidup."
Nabi Adam adalah makhluk yang suka kepada pengetahuan. Ia membagi
pengetahuannya kepada Hawa, di mana ia menceritakan apa yang
diketahuinya kepada pasangannya itu, sehingga Hawa mencintainya. Allah
SWT berfirman:
"Dan Kami
berfirman: 'Hai Adam, tinggallah kamu dan istrimu di surga ini, dan
makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang
kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu
termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS.
al-Baqarah: 35)
Kita tidak mengetahui tempat surga ini. Al-Qur'an tidak membicarakan
tempatnya, dan para mufasir berbeda pendapat tentang hal itu. Sebagian
mereka berkata: "Itu adalah surga yang bakal dihuni oleh manusia (jannah
al-Ma'wa) dan
tempatnya di langit." Namun sebagian lagi menolak
pendapat tersebut. Sebab jika ia adalah jannah
al-Ma'wa maka iblis tidak dapat memasukinya dan tidak akan terjadi
kemaksiatan di dalamnya. Sebagian lagi mengatakan:
"Ia adalah surga yang lain, yang Allah ciptakan untuk Nabi Adam dan
Hawa." Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa ia adalah surga (taman)
dari taman-taman bumi yang terletak di tempat yang tinggi. Dan
sekelompok mufasir yang lain menganjurkan agar kita menerima ayat
tersebut apa adanya dan menghentikan usaha untuk mencari hakikatnya.
Kami sendiri sependapat dengan hal ini. Sesungguhnya pelajaran yang
dapat kita ambil berkenaan dengan penentuan tempatnya tidak sedikit pun
menyamai pelajaran yang dapat kita ambil dari apa yang terjadi di
dalamnya.
Nabi Adam dam Hawa memasuki surga dan di sana mereka berdua merasakan
kenikmatan manusiawi semuanya. Di sana mereka juga mengalami
pengalaman-pengalaman yang berharga. Kehidupan Nabi Adam dan Hawa di
surga dipenuhi dengan kebebasan yang tak terbatas. Dan Nabi Adam
mengetahui makna kebahagiaan yang ia
rasakan pada saat ia berada di surga bersama Hawa. Ia tidak lagi
mengalami kesepian. Ia banyak menjalin komunikasi dengan Hawa. Mereka
menikmati nyanyian makhluk,
tasbih sungai-sungai, dan musik alam
sebelum ia mengenal bahwa alam akan disertai dengan penderitaan dan
kesedihan. Allah SWT telah mengizinkan bagi
mereka untuk mendekati segala sesuatu dan menikmati segala sesuatu
selain satu pohon, yang barangkali ia adalah pohon penderitaan atau
pohon pengetahuan. Allah SWT
berkata kepada mereka sebelum memasuki
surga:
"Dan
janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang
lalim.'" (QS. al-Baqarah: 35)
Nabi Adam dan Hawa mengerti
bahwa mereka dilarang untuk memakan sesuatu dari pohon
ini, namun Nabi Adam adalah manusia biasa, dan sebagai
manusia ia lupa dan hatinya berbolak-balik serta tekadnya
melemah. Maka iblis memanfaatkan kemanusiaan Nabi Adam dan
mengumpulkan segala kedengkiannya yang disembunyikan dalam
dadanya. Iblis terus berusaha membangkitkan waswas dalam
diri Nabi Adam. Apakah aku akan menunjukkan kepadamu pohon
keabadian dan kekuasaan yang tidak akan sirna? Nabi Adam
bertanya-tanya dalam dirinya. Apa yang akan terjadi seandainya ia memakan buah
tersebut, barangkali itu benar-benar pohon
keabadian. Nabi Adam memang memimpikan
untuk kekal dalam kenikmatan dan kebebasan yang dirasakannya dalam surga.
Berlalulah waktu di mana
Nabi Adam dan Hawa sibuk memikirkan pohon
itu. Kemudian pada suatu hari mereka menetapkan untuk memakan pohon itu. Mereka lupa bahwa Alllah SWT telah mengingatkan
mereka agar tidak mendekatinya. Mereka lupa bahwa iblis adalah musuh
mereka sejak dahulu. Nabi Adam mengulurkan tangannya ke pohon itu dan memetik
salah satu buahnya dan kemudian memberikannya kepada Hawa. Akhirnya mereka berdua memakan buah terlarang itu.
Allah SWT berfirman:
"Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia." (QS. Thaha: 121)
Tidak benar apa yang disebutkan oleh kitab-kitab kaum Yahudi bahwa
Hawa menggoda Nabi Adam yang karenanya ia bertanggung jawab terhadap
pemakanan buah itu. Nas Al-Qur'an tidak menyebut Hawa,
namun ia menyebut Nabi Adam sebagai orang yang
bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Demikianlah setan disalahkan
dan Nabi
Adam juga disalahkan karena kesombongan. Salah seorang dari mereka
menghina manusia, dan yang lain ingin menjadi tandingan bagi Allah SWT
dalam hal
kekekalan.
Belum selesai Nabi Adam memakan buah tersebut sehingga ia merasakan
penderitaan, kesedihan, dan rasa malu. Berubahlah keadaan di sekitamya
dan berhentilah musik indah yang memancar dari dalam
dirinya. Ia mengetahui bahwa ia tak berbusana, demikian juga istrinya.
Akhirnya, ia mengetahui bahwa ia seorang lelaki dan bahwa istrinya
seorang wanita. Ia dan istrinya
mulai memetik daun-daun pohon untuk
menutup tubuh mereka yang terbuka. Kemudian
Allah SWT mengeluarkan perintah agar mereka turun dari surga.
Nabi Adam dan Hawa turun ke bumi. Mereka keluar dari surga. Nabi Adam
dalam keadaan sedih sementara Hawa tidak henti-hentinya
menangis. Karena ketulusan taubat mereka, akhirnya Allah SWT menerima taubat
mereka dan Allah SWT memberitahukan kepada mereka bahwa bumi adalah tempat
mereka yang asli, di mana mereka akan hidup di dalamnya, mati di atasnya, dan
akan dibangkitkan darinya pada hari
kebangkitan. Allah SWT berfirman:
"Di
bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula)
kamu akan dibangkitkan. " (QS. al-A'raf: 25)
Kemudian Allah SWT menceritakan kisah tentang pelajaran ketiga yang
diperoleh Nabi Adam selama keberadaannya di surga dan setelah keluarnya
ia darinya dan turunnya ia ke bumi.
Allah SWT berfirman:
"Dan
Sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan
perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.
Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat: 'Sujudlah
kamu kepada Adam,' maka mereka sujud kecuali Mis. la membangkang. Maka Kami
berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi
istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari
surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan
kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak
akan merasa dahaga dan tidak pula akan ditimpa panas matahari di dalamnya.'
Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: 'Hai
Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak
akan binasa ?' Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi
keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun
(yang ada di) surga, dan durhakalah Adam dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya
memilihnya maka Dia
menerima taubatnya dan memberinya petunjuk. Allah berfirman: 'Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama,
sebagian kamu menjadi musuh bagi
sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia
tidak akan sesat dan tidak akan celaka.'" (QS.
Thaha: 115-123)
Sebagian
orang menganggap bahwa Nabi Adam keluar dari surga
karena kesalahannya dan kemaksiatannya. Ini adalah anggapan yang tidak benar
karena Allah SWT berkehendak menciptakan Nabi Adam di mana Dia
berkata kepada malaikat: "Sesungguhnya aku akan menjadikan seorang khalifah
di muka bumi." Dan Dia tidak mengatakan
kepada mereka: "Sesungguhnya aku akan menjadikan khalifah di
surga."
Tidaklah
turunnya Nabi Adam ke bumi sebagai penurunan penghinaan
tetapi ia merupakan penurunan kemuliaan sebagaimana
dikatakan oleh kaum sufi. Allah SWT mengetahui bahwa Nabi
Adam dan Hawa akan memakan buah itu, dan selanjutnya mereka akan turun ke bumi.
Allah SWT juga mengetahui bahwa setan akan merampas kebebasan mereka.
Pengalaman merupakan dasar penting dari proses menjadi
khalifah di muka bumi agar Nabi Adam dan Hawa
mengetahui—begitu juga keturunan mereka— bahwa setan telah
mengusir kedua orang tua mereka dari surga, dan
bahwa jalan menuju surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah SWT dan
permusuhan pada setan.
Apakah
dikatakan kepada kita bahwa manusia adalah makhluk yang terpaksa, dan bahwa
Nabi Adam terpaksa atau dipaksa untuk berbuat kesalahan
sehingga ia keluar dari surga dan kemudian turun
ke bumi? Sebenarnya anggapan ini tidak kalah bodohnya dari anggapan pertama.
Sebab, Nabi Adam merasakan kebebasan sepenuhnya, yang karenanya ia mengemban
tanggung jawab dari perbuatannya. Ia durhaka
dan memakan buah tersebut sehingga Allah
SWT mengeluarkannya dari surga. Maksiat yang dilakukannya tidak berlawanan dengan kebebasannya, bahkan
keberadaannya yang asli bersandar kepada kebebasannya. Alhasil, Allah
SWT mengetahui apa yang bakal terjadi. Dia mengetahui sesuatu sebelum terjadinya sesuatu itu. Pengetahuan-Nya itu
berarti cahaya yang menyingkap, bukan kekuatan yang memaksa. Dengan kata
lain, Allah SWT mengetahui apa yang akan
terjadi, tetapi Dia tidak men-cegahnya
atau mendorongnya agar terjadi. Allah SWT memberikan kebebasan kepada hamba-hamba-Nya dan semua
makhluk-Nya. Yang demikian itu
berkenaan dengan hikmah-Nya yang tinggi dalam memakmurkan bumi dan mengangkat khalifah di dalamnya.
Nabi Adam memahami pelajaran ketiga. Ia memahami bahwa iblis adalah
musuhnya. Secara pasti ia mengerti bahwa iblis adalah penyebab
ia kehilangan nikmat dan penyebab kehancurannya. Ia mengerti
bahwa Allah SWT akan menyiksa seseorang jika ia berbuat maksiat,
dan bahwa jalan menuju ke surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah
SWT. Ia memahami bahwa Allah SWT menerima taubat, memaafkan, menyayangi, dan
memilih. Allah SWT mengajari mereka agar beristigfar dan mengucapkan:
"Ya
Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah pastilah
kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS.
al-A'raf: 23)
Allah SWT menerima taubatnya dan memaafkannya serta mengirimnya ke
bumi. Nabi Adam adalah Rasul pertama bagi manusia.
Mulailah kehidupan Nabi Adam di bumi. Ia keluar dari surga dan berhijrah ke
bumi, dan kemudian ia menganjurkan hal tersebut
(hijrah) kepada anak-anaknya dan cucu-cucunya dari kalangan nabi. Sehingga setiap nabi memulai
dakwahnya dan menyuruh kaumnya dengan cara keluar dari negerinya atau
berhijrah. Di sana Nabi Adam keluar
dari surga sebelum kenabiannya, sedangkan
di sini (di bumi) para nabi biasanya keluar (hijrah) setelah pengangkatan kenabian mereka.
Nabi Adam
mengetahui bahwa ia meninggalkan kedamaian ketika
keluar dari surga. Di bumi ia harus menghadapi penderitaan dan pergulatan, di mana ia harus menanggung
kesulitan agar dapat makan, dan ia
harus melindungi dirinya dengan pakaian dan senjata, serta melindungi istrinya
dan anak-anaknya dari serangan binatang
buas yang hidup di bumi. Sebelum semua itu dan sesudahnya, ia harus meneruskan pertempurannya dengan
pangkal kejahatan yang
menyebabkannya keluar dari surga, yaitu setan. Di bumi, setan membuat waswas kepadanya dan kepada
anak-anaknya sehingga mereka masuk
dalam neraka Jahim. Pertempuran antara pasukan kebaikan dan pasukan kejahatan
di bumi tidak akan pernah berhenti. Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk
Allah SWT, ia tidak akan merasakan
ketakutan dan kesedihan, dan barangsiapa
yang bermaksiat kepada Allah SWT dan mengikuti makhluk api, iblis, maka ia akan
bersamanya di neraka.
Nabi
Adam mengerti semua ini. Ia menyadari bahwa penderitaan
akan menyertai kehidupannya di atas bumi. Satu-satunya yang dapat
meringankan kesedihannya adalah, bahwa ia menjadi penguasa di bumi, yang
karenanya ia harus menundukkannya, memakmurkannya, dan membangunnya
serta melahirkan keturunan yang baik di dalamnya, sehingga mereka dapat
mengubah kehidupan
dan membuatnya lebih baik. Hawa melahirkan dalam satu perut seorang
lelaki dan seorang perempuan, dan pada perut berikutnya
seorang lelaki dan seorang perempuan, maka dihalalkan perkawinan antara
anak lelaki dari perut pertama
dengan anak perempuan dari perut
kedua. Akhirnya, anak-anak Nabi Adam menjadi besar dan menikah serta
memenuhi
bumi dengan keturunannya.
Nabi
Adam mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT. Nabi Adam menyaksikan
kecenderungan pertama dari anaknya terhadap pangkal kejahatan, yaitu iblis
sehingga terjadilah kejahatan pembunuhan yang
pertama kali di muka bumi. Salah seorang
anak Nabi Adam membunuh saudara kandungnya sendiri. Anak yang jahat itu
membunuh saudaranya yang baik. Allah berfirman:
"Ceritakanlah kepada mereka
kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil)
menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). (QS. al-Maidah:
27)
Dikatakan bahwa pembunuh
ingin merebut istri saudara kandungannya
untuk dirinya sendiri. Nabi Adam memerintahkan mereka berdua untuk
menghadirkan kurban lalu setiap dari mereka menghadirkan kurban yang
dimaksud. Allah
SWT menerima kurban dari salah satu dari mereka dan menolak kurban yang
lain:
"Ia (Qabil)
berkata: 'Aku pasti membunuhmu.' Berkata Habil: 'Sesungguhnya Allah
hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu
menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak
akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada
Allah, Tuhan sekalian alam. (QS. al-Maidah: 27-28)
Perhatikanlah bagaimana
Allah SWT menyampaikan kepada kita
kalimat-kalimat yang diucapkan oleh anak Nabi Adam yang terbunuh sebagai syahid, dan ia menyembunyikan
kalimat-kalimat yang diucapkan oleh si
pembunuh. Si pembunuh mengangkat tangannya sambil mengancam, namun calon
korban pembunuhan itu berkata dengan tenang:
Sesungguhnya aku
ingin agar kamu kembali dengan membawa dosa membunuhku dan
dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang
demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang lalim. " (QS. al-Maidah: 29)
Selesailah percakapan antara mereka berdua dan anak yang jahat itu
membiarkan anak yang baik beberapa saat. Setelah beberapa hari,
saudara yang baik itu tidur di tengah-tengah hutan yang penuh dengan
pohon. Di hutan itu, keledai tua mati dan dagingnya dimakan
oleh burung Nasar dan darahnya ditelan oleh bumi. Yang tersisa hanya
tulang belulang berserakan di tanah.
Kemudian saudaranya yang jahat
membawanya menuju saudara kandungnya yang
sedang tidur, lalu ia mengangkat tangannya dan menjatuhkan dengan keras
dan cepat. Anak laki-laki baik itu
tampak pucat wajahnya ketika melihat
darah mengucur darinya, lalu ia bangun. Ia bermimpi saat tidur. Lalu si
pembunuh menghantam saudaranya sehingga
tidak tampak lagi gerakan dari tubuhnya. Si pembunuh puas bahwa saudara
kandungnya benar-benar mati. Pembunuh itu berdiri
di depan korban dengan tenang dan tampak pucat wajahnya.
Rasulullah saw bersabda: "Setiap orang yang membunuh jiwa yang tak
berdosa maka anak Adam yang pertama akan juga menanggung dosanya karena
ia yang pertama kali mengajarkan pembunuhan." Si pembunuh terduduk di
depan saudaranya dalam keadaan berlumuran darah. Apa yang akan
dikatakannya terhadap Nabi
Adam, ayahnya, jika ia bertanya kepadanya tentang hal itu. Nabi Adam
mengetahui bahwa mereka berdua keluar bersama-sama lalu mengapa ia
kembali sendinan. Seandainya ia mengingkari pembunuhan terhadap
saudaranya itu di depan ayahnya, maka di manakah ia dapat menyembunyikan
jasadnya, dan di mana ia dapat
membuangnya? Saudaranya yang terbunuh itu merupakan manusia yang pertama
kali mad di muka bumi sehingga tidak diketahui bagaimana cara
menguburkan orang yang mati.
Pembunuh itu membawa jasad saudara
kandungnya dan memikulnya. Tiba-tiba keheningan
itu dipecah dengan suara burung yang berteriak sehingga ia merasa
ketakutan. Pembunuh itu menoleh dan menemukan
seekor burung gagak yang berteriak di atas bangkai burung gagak yang
mati. Burung gagak yang hidup
meletakkan bangkai burung gagak yang
mad di atas tanah lalu ia mulai menggali tanah dengan paruhnya dan kedua
kakinya. Kemudian ia mengangkatnya dengan paruhnya dan meletakkannya
dengan lembut
dalam kuburan. Lalu ia menimbunkannya di atas tanah. Setelah itu, ia
terbang di udara dan kembali berteriak. Si pembunuh
berdiri dan ia mundur untuk meraih
jasad saudara kandungnya dan kemudian berteriak:
"Berkata Qabil:
'Aduhai, celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti
burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan saudaraku ini?" (QS. al-Maidah: 31)
Ia mulai merasakan kesedihan yang sangat dalam atas apa yang telah
dilakukannya terhadap saudaranya. Ia segera menyadari bahwa ia adalah orang yang
paling buruk dan paling lemah. Ia telah membunuh orang yang paling utama dan
paling kuat. Anak Nabi Adam berkurang satu dan iblis berhasil
"mencuri" seorang anak Nabi Adam. Bergetarlah tubuh si pembunuh dan
ia mulai menangis dengan keras, lalu ia
menggali kuburan saudara kandungnya. Ketika mendengar kisah tersebut
Nabi Adam berkata:
"Ini adalah
perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi
nyata." (QS. al-Qashash: 15)
Nabi
Adam merasakan kesedihan mendalam atas hilangnya salah
satu anaknya. Salah seorang dari mereka mad dan yang lain dikuasai
oleh setan. Nabi Adam salat untuk anaknya yang mati, dan kemudian
ia kembali menjalani kehidupannya di muka bumi. Beliau adalah
manusia yang bekerja dan mengalami penderitaan. Seorang Nabi
yang menasihati anak-anaknya dan cucu-cucunya, serta mengajak
mereka untuk menyembah Allah SWT. Beliau menceritakan kejahatan iblis kepada
mereka, dan meminta kepada mereka agar berhati-hati darinya.
Beliau menceritakan pengalaman pribadinya bersama iblis kepada mereka, dan
menceritakan kehidupannya bersama anaknya yang tega membunuh saudara kandungnya sendiri.
Nabi Adam telah menjadi dewasa, lalu tahun demi tahun datang silih
berganti sehingga anak-anaknya tersebar di bumi, lalu datanglah waktu
malam di atas bumi. Angin bertiup sangat kencang.
Dan bergoncanglah daun-daun pohon tua yang ditanam oleh Nabi Adam, di
mana dahan-dahannya mendekati danau sehingga buahnya
menyentuh air danau. Dan ketika pohon itu menjadi tegak setelah
berlalunya angin, air mulai
berjatuhan di antara cabang-cabangnya dan tampak dari jauh bahwa pohon
itu sedang menarik dirinya (memisahkan diri) dari air dan menangis.
Pohon itu sedih dan dahan-dahannya berguncang. Sementara
itu, di langit tampak bahwa
bintang-bintang juga berguncang. Cahaya bulan menerobos kamar Nabi Adam
sehingga cahaya itu menerpa wajah Nabi Adam. Wajah Nabi Adam tampak
lebih pucat dan
lebih muram dari wajah bulan. Bulan
mengetahui bahwa Nabi Adam akan mati.
Kamar yang sederhana, kamarnya Nabi Adam. Nabi Adam tertidur dengan jenggotnya yang putih dan wajahnya yang bersinar di atas
tempat ddur dari dahan-dahan pohon dan bunga-bunga. Anak-anaknya
semua berdiri di sekelilingnya dan menunggu wasiatnya. Nabi
Adam berbicara dan memahamkan anak-anaknya bahwa hanya
ada satu perahu keselamatan bagi manusia, dan hanya ada satu
senjata baginya yang dapat menenangkannya. Perahu itu adalah
petunjuk Allah SWT dan senjata itu adalah kalimat-kalimat Allah
SWT.
Nabi Adam
menenangkan anak-anaknya, bahwa Allah SWT tidak
akan membiarkan manusia sendirian di muka bumi. Sesungguhnya Dia akan
mengutus para nabi untuk membimbing mereka dan menyelamatkan mereka. Para nabi
itu memiliki nama-nama, sifat-sifat, dan
mukjizat-mukjizat yang berbeda-beda. Tetapi mereka dipertemukan dengan satu hal, yaitu mengajak
untuk menyembah Allah SWT semata.
Demikianlah wasiat Nabi Adam kepada anak-anaknya. Akhirnya, Nabi Adam
menutup kedua matanya, dan para malaikat memasuki kamarnya dan
mengelilinginya. Had Nabi Adam tersenyum ketika mendapatkan kata
salam yang dalam, dan rohnya mencium bau bunga surga.
Bahawasanya manusia walaupun telah dikurniakan kecergasan berfikir dan kekuatan fizikal dan mental mereka tetap mempunyai beberapa kelemahan pada dirinya seperti sifat lalai, lupa dan khilaf. Seperti mana yang telah terjadi pada diri Nabi Adam walaupun baginda telah menjadi manusia yang sempurna dan dikurniakan kedudukan yang istimewa di syurga ia tetap tidak terhindar dari sifat-sifat manusia yang lemah itu. Baginda telah lupa dan mengingkari perintah Allah kepadanya mengenai pohon terlarang itu dan mengenai Iblis yang menjadi musuhnya dan musuh seluruh keturunannya, sehingga terperangkap ke dalam tipu daya dan terjadilah pelanggaran pertama yang dilakukan oleh manusia terhadap larangan Allah.
Bahawasanya seseorang yang telah terlanjur melakukan maksiat dan berbuat dosa tidakkah sepatutnya mereka berputus asa dari rahmat dan ampunan Tuhan asalkan mereka sedar akan kesilapan dan bertaubat serta tidak akan mengulanginya . Rahmat Allah dan maghfirah-Nya dapat mencakupi segala dosa yang dilakukan oleh hamba-Nya kecuali syirik sekalipun dosa besar asalkan diikuti dengan kesedaran bertaubat dan pengakuan kesalahan.
Sifat sombong dan bongkak selalu membawa kepada kerugian dan kebinasaan. Lihatlah Iblis yang turun dari singgahsananya dilucutkan kedudukannya sebagai seorang ketua malaikat dan diusir oleh Allah dari syurga dengan disertai kutukan dan laknat yang akan melekat kepada dirinya sehingga hari Kiamat kerana kesombongannya dan kebanggaaannya dengan asal-usulnya sehingga dia menganggap dan memandang rendah Nabi Adam dan menolak untuk sujud menghormatinya walaupun diperintahkan oleh Allah SWT.
Pengajaran yang terdapat dari kisah Adam
Bahawasanya hikmah yang terkandung dalam perintah-perintah dan larangan-larangan Allah dan dalam apa yang diciptakannya kadangkala tidak atau belum dapat dicapai oleh otak manusia bahkan oleh makhluk-Nya yang terdekat sebagaimana telah dialami oleh para malaikat tatkala diberitahu bahawa Allah akan menciptakan manusia - keturunan Adam untuk menjadi khalifah-Nya di bumi sehinggakan mereka seakan-akan keberatan dan bertanya-tanya mengapa dan untuk apa Allah menciptakan makhluk lain daripada mereka yang sudah taat, rajin beribadat, bertasbih, bertahmid dan mengagung- agungkankan nama-Nya.Bahawasanya manusia walaupun telah dikurniakan kecergasan berfikir dan kekuatan fizikal dan mental mereka tetap mempunyai beberapa kelemahan pada dirinya seperti sifat lalai, lupa dan khilaf. Seperti mana yang telah terjadi pada diri Nabi Adam walaupun baginda telah menjadi manusia yang sempurna dan dikurniakan kedudukan yang istimewa di syurga ia tetap tidak terhindar dari sifat-sifat manusia yang lemah itu. Baginda telah lupa dan mengingkari perintah Allah kepadanya mengenai pohon terlarang itu dan mengenai Iblis yang menjadi musuhnya dan musuh seluruh keturunannya, sehingga terperangkap ke dalam tipu daya dan terjadilah pelanggaran pertama yang dilakukan oleh manusia terhadap larangan Allah.
Bahawasanya seseorang yang telah terlanjur melakukan maksiat dan berbuat dosa tidakkah sepatutnya mereka berputus asa dari rahmat dan ampunan Tuhan asalkan mereka sedar akan kesilapan dan bertaubat serta tidak akan mengulanginya . Rahmat Allah dan maghfirah-Nya dapat mencakupi segala dosa yang dilakukan oleh hamba-Nya kecuali syirik sekalipun dosa besar asalkan diikuti dengan kesedaran bertaubat dan pengakuan kesalahan.
Sifat sombong dan bongkak selalu membawa kepada kerugian dan kebinasaan. Lihatlah Iblis yang turun dari singgahsananya dilucutkan kedudukannya sebagai seorang ketua malaikat dan diusir oleh Allah dari syurga dengan disertai kutukan dan laknat yang akan melekat kepada dirinya sehingga hari Kiamat kerana kesombongannya dan kebanggaaannya dengan asal-usulnya sehingga dia menganggap dan memandang rendah Nabi Adam dan menolak untuk sujud menghormatinya walaupun diperintahkan oleh Allah SWT.
No comments:
Post a Comment