Sejarah
Singkat Nabi Hud A.S.
“Bismi-llahi
ar-rahmani ar-rahimi” (Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang)
Nabi Hud
a.s. adalah keturunan dari nabi Nuh a.s. yang diutus oleh Allah s.w.t. kepada
kaumnya ‘Ad namanya. Kaum ‘Ad adalah umat yang hidup pada jaman itu yang
memiliki sifat sangat sombong dan takabur karena mereka merasa kuat dan pandai
membuat bangunan-bangunan yang kokoh. Walau demikian mereka tetap menyembah
berhala. Adapun kaum ‘Ad tersebut telah dibinasakan dengan angin yang sangat
dingin lagi amat kencang. Yang mana Allah s.w.t. menimpakan angin tersebut
kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari secara terus menerus. Karena
hal tersebut maka kaum ‘Ad mati bergelimpangan seakan-akan mereka adalah batang
pohon yang telah tumbang dan hancur, mereka musnah karena azab dari Allah
s.w.t. yang sangat dahsyat tersebut. Dan hal itu terjadi karena durhakanya
mereka kepada Allah s.w.t. “Setelah datang siksaan Kami, Kami selamatkan Hud
dan orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat Kami, dan Kami
selamatkan pula mereka di akhirat dari azab yang berat” (s. Hud ayat 58)
Setelah terjadi malapetaka yang hebat itu kemudian Nabi Hud a.s. berpindah
tempat tinggal di negri Hadralmaut sampai akhir hayatnya. Sebab negri kamu ‘Ad
sudah hancur rusak dan binasa.
Nabi Hud
‘Alaihis Salam
Umur : 464
tahun
Makam : di Timurnya Hadharamaut, Yaman.
Kaum ‘Aad, kepada mereka Allah mengutus Hud ‘alaihi as salaam. Kaum
‘aad adalah bangsa arab yang tinggal di kawasan selatan Arab, Tepatnya
lembah Mughits kawasan gunung Ahqaf (bukit pasir) antara Yaman dan Oman.
Mereka hidup kira-kira 3-6 abad sejak zaman Nuh. Bangsa ini mendapat
kenikmatan hidup yang luar biasa. Fisik yang gagah perkasa, usia harapan
hidup yang panjang, harta berlimpah, anak-anak yang kuat dan sehat,
kebun-kebun yang selalu menghasilkan.
Jarak yang tidak terlalu jauh dari zaman Nuh menyebabkan mereka masih
mengenal kata Allah, sebagaimana mereka memiliki tradisi mengagungkan
Mekkah dan mengetahui batas-batas tanah haram.
Logika berpikir yang mereka miliki sungguh sulit dimengerti, ketika
mereka mengetahui Allah sebagai pencipta, Allah yang menurunkan hujan,
tapi benar-benar enggan menyembah Allah. Agama yang mereka rela untuk
mereka anut adalah penyembahan patung sebagai simbol penghormatan kepada
Allah. Sistem ritual yang berlaku adalah pengagungan tiga dewa, yaitu
dewa Dhurran, Dhamur dan alHaba.
Sistem masyarakat ‘aad adalah masyarakat egaliter, setiap anggota
masyarakat memiliki suara. Keputusan yang berlaku menjadi aturan
masyarakat adalah apa-apa yang disepakati bersama dan kemudian menjadi
tradisi. Penghormatan pada kemanusiaan hanya berlaku pada sesama kaum
‘Aad, akan tetapi dalam hubungan dengan bangsa lain, terutama mereka
yang lemah, mereka bersikap diktator dan superior. Memberlakukan pada
bangsa lain bahwa merekalah yang selalu benar, dan mereka anggap
terbukti dengan segala macam kekuatan dan kemakmuran yang mereka miliki.
Kaum ‘Aad melakukan hegemoni persepsi, budaya, dan sosial.
Sebagai suatu peradaban, kita mendapatkan kabar bahwa bidang
industri, pertanian dan bangunan sangat maju dizaman ini. Gedung-gedung
tinggi pencakar langit dengan tiang-tiang tinggi. Pencapaian riset
industri hingga pada taraf dihasilkannya produk yang dapat membuat hidup
kekal.
“Apakah kalian akan membangun disetiap sudut kota bangunan untuk
rekreasi dan berleha-leha, Dan memperkokoh riset-riset industri agar
kalian dapat hidup kekal, Dan jika melakukan hegemoni dilakukan dengan
kekerasan dan diktatorisme” (asy syu’ara :128-130)
Kehidupan benar-benar telah sangat jauh dari nilai-nilai ritual dan
falsafah hidup yang benar. Materialisme menjadi arus utama tak
terelakkan. Kata-kata Allah hanyalah nama Tuhan yang jauh dari pikiran
dan penyebutan, ia adalah sesuatu yang lampau, pencipta semesta yang
tidak melakukan apa-apa setelah selesai menciptakan semesta. Sistem
hidup adalah milik manusia, manusia yang hidup, manusia yang menentukan.
Ketika kehidupan masyarakat ‘Aad dalam kondisi demikian, Allah
mengutus Hud kepada mereka. Ketika ajakan Hud pada mereka dimulai,
ajakan untuk mempercayai suatu sistem kenabian mulai dikumandangkan,
mereka menolak dengan hebatnya.
Al Qur’an menggambarkan di dalam surat al ‘Araf ayat 65-69 :
-“Dan kepada ‘Aad kami utus saudara mereka yang bernama Hud. Ia
berkata : wahai kaumku sembahlah Allah, tiada Tuhan bagimu selainNya,
tidakkah kalian memiliki rasa takut padaNya.
– Berkata para pemimpin kaum, yaitu mereka yang tidak mempercayai
sistem kenabian : Kami sesungguhnya melihat bahwa kamu telah bicara
ngawur dan ngelantur, Dan kami mengira kamu telah berdusta dengan
berkata bahwa kamu adalah utusan Tuhan.
– Hud menjawab kaumnya : sungguh aku tidak bicara ngawur, aku adalah
utusan Pemilik semesta Alam. Aku menyampaikan pada kalian pesan-pesan
dari Tuhanku, dan aku adalah penasihat yang jujur bagi kalian.
– Mengapa kalian keheranan dan takjub dengan kedatangan peringatan
dari Tuhan kalian melalui perantaraan seorang lelaki dari kalangan
kalian. Ia datang menyampaikan ancaman. Ingatlah ketika Allah menjadikan
kalian pemimpin bumi sesudah kaum Nuh dengan menambahkan pada kalian
kekuatan fisik. Ingatlah nikmat Allah supaya kalian beruntung”
(Al ‘Araaf : 65-69)
Kaum ‘Aad mendustakan kenabian. Semua kemapanan yang ada, sistem
sosial yang baik, peradaban yang digjaya membuat kaum ‘Aad merasa
menjadi kaum terhebat yang tidak satupun kekuatan menyamainya
“Adapun ‘Aad mereka berada dalam kesombongan di muka bumi dan itu
bukan jalan yang benar. Mereka berkata : “Adakah bangsa yang lebih hebat
dari kami?” Akapah mereka tidak memperhatikan bahwasanya Allah yang
menciptakan mereka lebih hebat kekuatannya daripada mereka. Akan tetapi
mereka ingkar kepada tanda-tanda kekuasaan Kami” (Fushshilaat:15)
Hud tidak berputus asa ia tetap menyampaikan bahwa ia adalah utusan
Tuhan yang mengingatkan agar menyembah Allah dan berhenti melakukan
hegemoni.
Kemudian, Kami membentuk sesudah mereka (ummat Nuh) suatu Ummat yang
lain, lalu Kami utus kepada mereka (ummat baru tersebut), seorang Rasul
dari kalangan mereka sendiri. Ia berkata: “Sembahlah Allah oleh kalian,
sekali-kali tidak ada Tuhan selainNya. Maka mengapa kamu tidak takut
(kepada-Nya).
“dan berkata para pemimpin kaum yang tidak mempercayai Hud utusan
Tuhan dimana mereka juga mengingkari perjumpaan dengan hari akhirat,
padahal kami telah membuat mereka hidup dalam kemewahan di dunia :
“Orang ini, Hud, tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, Dia Makan
dari apa yang kalian makan, dan meminum dari apa yang kalian minum. dan
Sesungguhnya jika kamu pengikut satu orang manusia seperti kamu,
niscaya bila demikian yang terjadi, kamu benar-benar menjadi orang yang
merugi. Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu
telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu
Sesungguhnya akan dikeluarkan dari kuburmu? Sungguh jauh dari kebenaran
apa yang diancamkan kepada kamu itu, kehidupan itu tidak lain hanyalah
kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali
tidak akan dibangkitkan lagi, ia tidak lain hanyalah seorang berbohong
atas nama Allah, dan Kami sekali-kali tidak akan beriman kepadaNya”.
Hud berdoa: “Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka tidak percaya padaku.”
Allah berfirman: “Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal.”
(al Mukminun :31-40)
Usaha Hud, mengajak kaum ‘Aad menyembah Allah adalah usaha hebat yang
benar-benar tidak kenal lelah, kali ini Hud menyampaikan agar kaumnya
menyembah Allah, dan segera bertaubat, karena jika kaumnya tidak
menyembah Allah, maka akan datang adzab pada mereka.
‘(Hud berkata) : Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.
dan bertakwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepadamu apa
yang kamu ketahui. Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang
ternak, dan anak-anak, dan kebun-kebun dan mata air. Sesungguhnya aku
takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar”. (as Syu’ara : 131 – 135)
Hud pantang menyerah, acara-acara untuk memperingatkan kaumnya tetap ia gelar, Surat al Ahqaf menggambarkan usaha keras Hud ini
“dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad Yaitu ketika Dia memberi
peringatan kepada kaumnya dikawasan Al Ahqaaf dimana telah datang banyak
peringatan nabi-nabi seperti dari Hud, di masa sebelum dan sesudahnya.
Para pemberi peringatan berkata: “Janganlah kamu menyembah selain Allah,
Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar”.
Mereka (kaum kafir) menjawab: “Apakah kamu datang kepada Kami untuk
memalingkan Kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? Maka datangkanlah
kepada Kami azab yang telah kamu ancamkan kepada Kami jika kamu Termasuk
orang-orang yang benar”.
Hud berkata: “Sesungguhnya pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi
Allah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang aku diutus dengan
membawanya tetapi aku Lihat kamu adalah kaum yang bodoh”.
(Al Ahqaaf : 21-23)
Sesudah itu datanglah kekeringan dahsyat melanda mereka, hujan tidak
turun selama tiga tahun berturut-turut. Kelaparan, kehausan, kemiskinan
membuat masyarakat berkebudayaan tinggi seperti ‘Aad mengalami
degradasi. Ini dikarenakan parameter kebahagiaan yang mereka miliki
adalah materi.
Hud, tetap berperan aktif menyadarkan masyarakat. Mengajak kaumnya untuk bertaubat :
“Hud berkata: “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu
bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras
atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan
janganlah kamu berpaling yaitu berbuat dosa.” (Hud :52)
Kaum ‘Add membalas ajakan Hud tetap dengan kekafiran, ketidakpercayaan dengan apa yang disampaikan Hud
“kaum ‘Ad berkata: “Hai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada Kami
suatu bukti keterkaitan antara musibah ini dengan ketiadaan kami
menyembah Allah, dan Kami sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan Kami karena perkataanmu, dan Kami sekali-kali tidak
akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan selain bahwasanya
Tuhan-tuhan Kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. ”
Huud
menjawab: “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu
sekalian bahwa Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan, yaitu Tuhan-tuhan selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu
dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.
Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. tidak ada
suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku
diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. dan Tuhanku akan mengganti
(kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat
mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha
pemelihara segala sesuatu.” (Hud : 53-57)
Bencana kekeringan terus melanda, kelaparan terjadi di mana-mana.
Para ilmuwan dan pemimpin negeri tetap pada pendiriaannya bahwa
ketiadaan hujan adalah disebabkan suatu perubahan iklim semata. Ilmu
tentang langit dan bintang, bagi zaman itu, mencapai puncaknya pada
masyarakat ‘Aad.
Setelah perundingan panjang, maka diputuskanlah teknologi modifikasi
cuaca untuk menurunkan hujan. Ilmu bumi yang dimiliki kaum ‘’Aad
menghantarkan pada kesimpulan bahwa awan-awan berasal dari Mekkah lalu
tersebar ke seluruh penjuru bumi. Diutuslah 70 orang ahli dan berfisik
kuat untuk melakukan istisqa. Dan nabi Hud tidak terpilih menjadi
anggota rombongan ini.
Jika Ummat Islam diperintah Allah untuk shalat istisqa, maka kaum
‘aad melakukan jenis istisqa yang bukan shalat, yang mereka maksud
istisqa adalah teknik modifikasi cuaca.
70 orang utusan ini, memulai perjalanan mereka ke Mekkah. Tiba di
pinggiran Mekkah mereka tinggal di kerabat ‘aad yang tinggal di sana,
tercatat orang tersebut bernama Mu’awiyah bin Bakr.
Mu’awiyah merasa sangat terhormat, ia memuliakan tamu dengan membuat
pesta-pesta. Hidangan terlezat serta hiburan penyanyi dan penari tidak
pernah terlewat. Suasana yang membuat para utusan lupa. Genap satu bulan
mereka tidak melakukan apapun untuk urusan modifikasi cuaca ini.
Muawiyah sang tuan rumah, khawatir dengan apa yang terjadi. Ia sungkan
menyatakan dengan langsung pengingat akan tujuan utusan datang ke
mekkah. Mu’awiyah takut dianggap pelit tidak mau menjamu.
Mu’awiyah mencari tahu dengan detil tentang apa yang terjadi, tentang
kemarau yang menimpa ‘Aad. Ia pun menyimpulkan bahwa apa yang terjadi
adalah akibat ketidakberimanan ‘Aad kepada seorang nabi yang Allah utus
pada mereka.
Kemudian Muawiyah mendapat ide terbaik, ia menyuruh para penyanyi
menyanyikan syi’ir karyanya, tanpa memberi tahu siapa yang menulis.
Dalam syiir tersebut terkandung pengingat akan maksud dan tujuan kaum
‘aad datang ke Mekkah.
Rombongan tersadar, dan kemudian menyiapkan segala sesuatu untuk
memasuki tanah Haram. Diantara rombongan terdapat seseorang bernama
Martsad bin Sa’d. Ia telah beriman sejak lama kepada Hud, namun
menyembunyikannya. Martsad berkata sesungguhnya modifikasi cuaca,
bukanlah hal yang dapat menurunkan hujan. Apa yang dapat membuat hujan
turun kembali adalah keta’atan kepada nabi yang telah Allah utus.
Keberanian Martsad yang dijawab dengan kekerasan, pemimpin rombongan
bernama Jalhamah menyuruh Muawiyah menahan Martsad. Rombongan kemudian
pergi ke tanah haram Mekkah tanpa Martsad.
Sesampainya di Mekkah, acara modifikasi cuaca dimulai dengan upacara
ritual, do’a-do’a kepada Allah dipanjatkan. Ketika kumpulan-kumpulan
awal muncul, mereka melakukan lokalisasi awan, dan pengenalan
jenis-jenis awan. Beberapa saat proses dilakukan hingga terkumpul banyak
jenis awan di atas langit mekkah. Para rombongan bergembira, mereka
meminta ilmuwan modifikasi cuaca yang paling tahu tentang awan memilih
awan untuk diarahkan ke kawasan Mughits di Yaman.
Sang ilmuwan memilih awan hitam, sementara awan-awan lain mereka
arahkan menuju perkampungan lain. Sesudah awan terpilih rombongan
bergegas menuju Mughits bersama awan pilihan mereka. Entah teknologi
mengarahkan awan seperti apa yang mereka punya, canggih sekali rasanya.
Ketika awan mulai tiba di langit mughits, seorang wanita bernama
Fahdad merasakan kejanggalan. Ia adalah seorang ilmuwan wanita yang
mempelajari sifat-sifat awan. Ia mencocokan semua ilmu yang
dipelajarinya tentang awan dengan apa yang ada dilangit Mughits. Apa
yang ia lihat adalah suatu jenis awan yang sama sekali belum
dipelajarinya. Apa yang kini berada di langit Mughits bukanlah awan
hitam pembawa hujan. Ia semakin dalam mengamati. Ia menemukan awan-awan
yang semakin menumpuk diatas langit desanya berisi kilatan-kilatan api.
Fahdad mengalami kepanikan yang luar biasa. Ia berupaya meyakinkan
kepala para ilmuwan, bahwa apa yang ada dilangit Mughits bukan awan
hujan, tapi itu adalah awan petaka. Ia meminta dengan segera dilakukan
teknik pemecah awan.
Para ilmuwan sulit mempercayai analisa-analisa Fahdad, mereka tetap
bersikeras, bahwa awan itu adalah pilihan terbaik, awan yang akan
memberi berkah bagi ‘Aad setelah sengsara tiga tahun lamanya.
Adapun nabi Hud, Allah mewahyukan padanya bahwa awan yang ada adalah
awan bencana. Nabi Hud dan sedikit pengikutnya diselamatkan oleh Allah.
“Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke
lembah-lembah mereka, mereka berkata : “Inilah awan yang akan menurunkan
hujan kepada kami”.
Bukan! bahkan Itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera
(yaitu) angin yang mengandung derita yang pedih, yang menghancurkan
segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, Maka jadilah mereka tak
terlihat lagi, kecuali tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi
Balasan kepada kaum yang berdosa. (al Ahqaf: 23-25)
Kaum ‘Aad ditimpa hujan dan badai dingin, selama 7 malam delapan
hari. Suatu musibah yang ternyata secara jalan adalah ulah mereka
sendiri. Merasa paling tahu ilmu awan, menggiring dengan suka cita
musibah bagi diri mereka sendiri.
Kisah yang memberi kabar pada kita, bahwa diatas pengetahuan ada ilmu
yang lebih tinggi lagi. Ketika manusia mencapai suatu tahapan ilmu
tertentu, semua capaian itu hanyalah setetes air sedangkan ilmu Allah
adalah samudera yang tak pernah kering. Jangan takabbur, jangan sombong
berjalan di muka bumi.
Sembahlah Allah sebagaimana yang Rasulullah Muhammad ajarkan, lalu
mintalah pada Allah ilmu untuk memakmurkan dan mengelola bumi, karena
bumi adalah ciptaanNya. Mari berjuang mempelajari ilmu-ilmu Allah.
Sumber :- Al Bidayah wa an Nihayah
- Tarikh Thabary
- Al kamil fi at Tarikh
- Al muntadzim
Azab yang Ditimpakan kepada Kaum Nabi Hud ‘alaihis salam
Mereka tetap saja menyombongkan diri dan membanggakan diri dengan kekuatannya, dan mereka berkata Nabi Hud dengan sombongnya,“Siapakah yang lebih kuat kekuatannya daripada kami?” (QS. Fushshilat: 15)
Mereka juga mengolok-olok Nabi Hud dan meminta kepadanya agar disegerakan azab. Mereka berkata,
“Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada Kami jika kamu Termasuk orang-orang yang benar.” (Terj. Al A’raaf: 70)
Hud pun menjawab,
“Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhanmu. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yamg menunggu bersama kamu”. (QS. Al A’raaf: 71)
Maka mulailah azab Allah datang kepada kaum ‘Aad. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan kepada mereka hawa yang panas yang membuat sumur-sumur dan sungai-sungai menjadi kering, tanaman dan buah-buahan menjadi mati, hujan pun berhenti turun dalam waktu yang cukup lama, lantas kemudian datang awan yang besar. Ketika mereka melihatnya, mereka bergembira dan mengira bahwa mereka akan diberikan curahan hujan, mereka berkata,
“Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.”
Mereka mengira bahwa awan itu akan datang membawa kebaikan untuk mereka, menghilangkan haus dahaga mereka, memberi minum hewan-hewan mereka dan menyirami kebun dan tanaman-tanaman mereka. Padahal awan itu datang membawa azab bagi mereka. Mereka pun ditimpa angin yang kencang yang terus menimpa mereka selama tujuh malam delapan hari tanpa henti, yang membinasakan segala sesuatu yang ada di hadapannya sehingga mereka semua binasa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka ketika mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.” (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta agar datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih,”–Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. (QS. Al Ahqaaf: 24)
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersamanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka Kami selamatkan Hud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan mereka bukanlah orang-orang yang beriman.” (QS. Al A’raaf: 72)
Hud ‘alaihis salam pun pergi bersama orang-orang yang beriman ke tempat yang lain; yang di sana mereka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah.
Oleh: Marwan bin Musa
Maraaji’:
- Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net)
- Qashashul Anbiya’
- dll.
Pelajaran Penting dari Kisah Nabi Hud ‘Alaihissalam
Sebagaimana juga dalam kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam, di dalam kisah ini terdapat beberapa pelajaran yang sama pada semua rasul, antara lain:
1. Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya mengisahkan tentang
berita umat-umat yang bertetangga dengan kita di Jazirah Arab dan
sekitarnya. Al-Qur’an telah menyebutkan metode paling tinggi dalam
memberikan pelajaran atau peringatan. Allah Ta’ala juga telah
menerangkan berbagai pelajaran dengan keterangan yang sebenar-benarnya.
Tentunya tidak diragukan lagi bahwa di daerah-daerah lain yang lebih
jauh dari kita, di timur ataupun di barat, telah Allah Ta’ala utus seorang rasul kepada mereka.
Begitu pula telah dipaparkan bagaimana sambutan, penolakan, atau
pemuliaan serta akibat yang mereka terima. Tidak ada satu umat pun
melainkan telah Allah Ta’ala utus kepada mereka seorang rasul.
2. Sangat bermanfaat bagi kita untuk mengingat kondisi daerah di
sekitar kita serta apa yang kita terima dari generasi ke generasi. Juga
apa yang dapat disaksikan dari peninggalan mereka kapan pun kita
melewati bekas pemukiman mereka. Kita pun dapat memahami bahasa dan
tabiat mereka lebih dekat,
membandingkan dengan tabiat kita. Tentu saja
manfaat ini sangat besar dan lebih pantas kita ingat daripada memaparkan
keadaan umat yang belum pernah kita dengar tentang mereka, yang tidak
kita kenal bahasa mereka, dan tidak sampai kepada kita keadaan mereka
seperti yang Allah Ta’ala ceritakan kepada kita.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa mengingatkan orang dengan sesuatu
yang lebih dekat dengan pemahaman mereka, lebih sesuai dengan keadaan
mereka serta lebih mudah mereka dapatkan, akan lebih bermanfaat bagi
mereka dibandingkan yang lain. Tentunya lebih pantas untuk disebutkan
dengan cara yang lain meskipun juga mengandung kebenaran. Namun
kebenaran itu bertingkat-tingkat. Seorang pengajar atau pendidik, bila
dia menempuh cara ini, dan berupaya keras menyebarkan ilmu serta
kebaikan kepada manusia dengan jalan-jalan yang mereka kenal, tidak
membuat umat lari dari dakwah. Atau dengan suatu metode yang lebih tepat
untuk menegakkan hujjah terhadap mereka, niscaya akan bermanfaat.
Allah Ta’ala telah mengisyaratkan hal ini pada bagian akhir kisah bangsa ‘Aad.
Firman Allah Ta’ala,
“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di
sekitar kalian, dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami
berulang-ulang.” (al-Ahqaf: 27)
Yakni telah Kami sebutkan berbagai macam ayat atau tanda kekuasaan Kami,
“Supaya mereka kembali (bertaubat).” (al-Ahqaf: 28)
Yaitu agar lebih mudah untuk mendapatkan pelajaran.
3. Menjadikan bangunan-bangunan yang besar dan megah sebagai suatu
kebanggaan, kesombongan, dan perhiasan serta menindas hamba-hamba Allah Ta’ala
dengan sewenang-wenang adalah perbuatan yang sangat tercela dan
merupakan warisan generasi yang melampaui batas. Sebagaimana diterangkan
Allah Ta’ala dalam kisah bangsa ‘Aad yang diingkari oleh Nabi Hud ‘alaihissalam,
“Apakah kalian mendirikan bangunan pada tiap-tiap tanah yang tinggi untuk bermain-main?” (asy-Syu’ara: 128)
Secara umum bangunan untuk istana, benteng, rumah, dan bangunan
lainnya; mungkin saja dijadikan tempat tinggal karena memang dibutuhkan.
Kebutuhan itu sendiri beraneka ragam dan berbeda-beda tingkatnya. Semua
ini adalah perkara mubah (dibolehkan) dan justru menjadi wasilah
(sarana) kepada kebaikan apabila disertai dengan niat yang lurus.
Atau dapat pula dijadikan sebagai benteng pertahanan dari serangan
musuh dan menjaga keamanan suatu daerah, atau manfaat lain bagi kaum
muslimin. Ini juga termasuk rangkaian jihad di jalan Allah Ta’ala, berkaitan dengan perintah harus berhati-hati terhadap musuh.
Namun, bisa saja itu semua dimanfaatkan demi kesombongan dan kekejaman terhadap hamba-hamba Allah Ta’ala,
atau pemborosan harta yang sebenarnya dapat digunakan di jalan yang
bermanfaat. Ini tentu saja merupakan hal yang sangat dicela oleh Allah Ta’ala pada bangsa ‘Aad atau yang lainnya.
4. Pelajaran yang lain bahwa akal pikiran ataupun kecerdasan dan yang
mendukung semua itu serta hasil atau pengaruh yang ditimbulkan, betapa
pun besar dan luasnya, tetap tidak akan bermanfaat bagi pemiliknya
kecuali bila ia imbangi dengan keimanan kepada Allah Ta’ala dan para rasul-Nya.
Sedangkan orang yang menentang ayat-ayat Allah Ta’ala, mendustakan para rasul Allah Ta’ala,
walaupun mendapatkan kesempatan atau diberi tangguh untuk menikmati
kehidupan dunia, kesudahan yang akan dia hadapi nanti sangatlah buruk.
Pendengaran, penglihatan, dan akalnya tidak akan dapat membelanya
sedikit pun jika datang keputusan Allah Ta’ala. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan dalam kisah ‘Aad,
“Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam
hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu dan
Kami memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi
pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit pun
bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan
mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka
perolok-olokkan.” (al-Ahqaf: 26)
Dalam ayat lain,
“Karena itu, tidaklah bermanfaat sedikit pun kepada mereka
sesembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Rabbmu datang.
Dan sesembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan
belaka.” (Hud: 101)
Wallahu a’lam. (Asysyariah.com)
No comments:
Post a Comment